Beranda | Artikel
Kesetaraan Gender dalam Islam
Rabu, 3 Juni 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Ahmad Zainuddin

Kesetaraan Gender dalam Islam adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Risalah Penting Untuk Muslimah, sebuah kitab buah karya Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr Hafidzahullah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada Rabu, 11 Syawwal 1441 H / 03 Juni 2020 M.

Kajian Islam Tentang Kesetaraan Gender dalam Islam

Kita sudah membicarakan berbagai macam petunjuk Al-Qur’an terhadap wanita muslimah. Yaitu:

  1. Perintah Al-Qur’an kepada perempuan untuk memperhatikan perkara ibadah. Hendaknya hal tersebut menjadi tuntutan dalam diri seorang muslimah dan juga tujuan yang sangat dicapai dalam kehiduapan seorang muslimah.
  2. Perintah Al-Qur’an kepada wanita muslimah agar berhijab. Yaitu menutupi diri dengan apapun dari pandangan laki-laki yang bukan mahram, baik itu tubuhnya, kecantikannya ataupun perhiasannya. Sehingga suci dan tidak dicabik-cabik kesucian dan kehormatan serta kemaluannya.
  3. Memperingatkan kepada para perempuan muslimah dengan keras untuk tidak melakukan tabarruj. Yaitu berdandan, memperlihatkan kemolekan tubuh, kecantikan wajah dan perhiasan kepada laki-laki yang bukan mahramnya.
  4. Tidak duduk bersama para lelaki dengan dalam satu majelis tanpa hijab. Maksudnya yaitu tidak melakukan perbuatan ikhtilat. Ikhtilat adalah percampuran antara laki-laki perempuan tanpa hijab sehingga para lelaki dan para perempuan tersebut bisa saling memandang menyampaikan syahwat sehingga timbulah mendekatkan kepada perbuatan zina.
  5. Agar seorang wanita muslimah apabila mempunyai keperluan untuk berbicara dengan para lelaki atau seorang lelaki hendaklah berbicara dengan pembicaraan yang sewajarnya, tidak melemah-lembutkan pembicaraan sehingga bisa menjadi sasaran laki-laki yang berkeinginan buruk kepada perempuan tersebut baik di dunia nyata ataupun di zaman sekarang di dunia maya melalui video call, telepon, atau apapun yang bisa dijadikan sebagai hubungan antara laki-laki dan perempuan.
  6. Hendaknya selalu berada di rumah dan tidak keluar dari rumah kecuali untuk sebab keperluan yang sangat mendesak. Tentunya perintah ini sudah sangat jauh dilampaui dan dilanggar oleh wanita-wanita muslimah.
  7. Al-Qur’an memperingatkan dengan keras kepada perempuan yang kalau dalam keadaan terpaksa dia harus keluar rumah maka jangan sampai keadaan perempuan tersebut membuat dia ditoleh oleh pandangan para lelaki atau menjadi pusat perhatian para lelaki, baik itu dengan kecantikan wajahnya, make upnya atau kemolekan tubuhnya terlihat ataupun juga kebagusan pakaiannya sehingga nanti para lelaki naik syahwatnya dan membuat mereka mendekatkan diri kepada perbuatan zina.
  8. Menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Siapa yang menundukkan pandangan, tidak meluaskan pandangannya kepada hal-hal yang diharamkan baik laki-laki atau wanita muslimah, maka dia pasti akan terjaga kemaluannya.

Pada pertemuan sebelum Ramadhan dan juga sebelum pandemi covid-19 kita sudah sampai di sini. Kita sekarang membicarakan lanjutannya.

Kesetaraan Gender dalam Islam

Penulis Al-Allamah Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr mengatakan: “Termasuk petunjuk Al-Qur’an terhadap wanita muslimah adalah hendaknya seorang wanita muslimah tidak menilik kepada sesuatu dari kekhususan para lelaki dan sifat-sifat yang khusus untuk para lelaki.”

Jadi tidak diperbolehkan seorang wanita muslimah mereka untuk ingin seperti lelaki, baik itu di dalam perkara sosial ataupun di dalam perkara ibadah. Maka ada batasan-batasan yang seorang wanita muslimah tidak diperbolehkan untuk semisal dengan para lelaki.

Ayat pertama:

Kemudian Syaikh Al-Allamah Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafidzahumullah menyebutkan dalil, yaitu surat An-Nisa ayat 32:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّـهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّـهَ مِن فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا ﴿٣٢﴾

Dan janganlah kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain. Karena bagian laki-laki ada bagian daripada yang mereka sudah lakukan. Dan bagi para wanita ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa[4]: 32)

Penafsiran ayat:

Imam Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat ini menyebutkan riwayat. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Imam Mujahid (seorang tabi’in). Imam Mujahid meriwayatkan:

Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Wahai Rasulullah, para lelaki berjihad dijalan Allah, kami para perempuan tidak berjihad.”

Ini maksudnya, jangan iri hati antara laki-laki dengan perempuan di dalam syariat Islam. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengatur dengan sebaik-baiknya syariat tersebut bahwa berjihad kewajibannya hanya untuk para lelaki.

Kemudian kata Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha: “Kami para wanita hanya memiliki setengah dari harta waris dari yang didapatkan oleh para lelaki.”

Sebagaimana dalam surat An-Nisa’, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ

Seorang lelaki memiliki dua bagian yang dimiliki oleh para perempuan.”

Ini yang ditanyakan oleh Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha. Maka kemudian turunlah ayat ini:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّـهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ

Janganlah kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain.” (QS. An-Nisa`[4]: 11)

Ini riwayat yang pertama yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala. Jadi itu maksudnya.

Kemudian juga, Imam Ibnu Katsir menyebutkan riwayat dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma ketika beliau menafsiri ayat ini. Kata Abdullah bin Abbas: “Ada seorang wanita datang menemui Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu wanita tersebut berkata: ‘Wahai Nabi Allah, kenapa lelaki memiliki seperti dua bagian perempuan dan persaksian dua perempuan seperti persaksian satu laki-laki? Kami di dalam beramal demikian, seorang perempuan kalau melakukan amal ibadah maka -menurut perempuan ini- dia akan mendapatkan pahala setengah dibandingkan laki-laki yang beramal.”

Maka turunlah ayat ini:

وَلَا تَتَمَنَّوْا

Janganlah kalian iri hati.” (QS. An-Nisa`[4]: 11)

Lalu kata Abdullah bin Abbas, yang dimaksud “janganlah kalian iri hati” bahwa sesungguhnya itu adalah keadilan dariKu dan aku yang membuatnya.” Dan perbuatan Alalh tidak boleh dikatakan “kenapa”?

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ ﴿٢٣﴾

Allah tidak ditanya apa yang Allah perbuat, dan manusia yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Anbiya[21]: 23)

Ini tafsiran kedua dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma.

Kata Imam As-Suddi Rahimahullah: Kami menginginkan pahala lebih banyak daripada para perempuan sebagaimana kami memiliki dua bagian di dalam harta waris. Para perempuan berkata: ‘Kami menginginkan pahala lebih banyak dari para lelaki yang mati syahid. Sesungguhnya kami perempuan tidak bisa berjihad. Kalau seandainya diwajibkan atas kami berjihad, maka niscaya kami akan berjihad’. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan: ‘Mintalah kalian kepadaKu dari karuniaKu.`”

Tapi hukum Allah tetap seperti itu. Inilah yang dimaksud dengan: “Jangan kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan oleh Allah kepada sebagian kalian dari sebagian yang lain.” Yaitu dalam perkara-perkara duniawi. Karena untuk perkara ukhrawi sama.

Ayat kedua:

Kemudian penulis membawakan ayat yang kedua:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ…

Para lelaki pemimpin atas para perempuan...” (QS. An-Nisa[4]: 34)

Di dalam tafsir Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala, beliau menafsiri ayat ini. Kita baca apa yang disebut oleh Imam Ibnu Katsir. Karena tafsiran ayat tidak boleh kita mengambil dari kantong sendiri, meskipun anda pintar bahasa Arab, tidak boleh menafsirkan ayat Al-Qur’an seenaknya. Kekeliruan-kekeliruan yang terjadi di tengah kaum muslimin akibat penafsiran-penafsiran terhadap ayat ataupun hadits dari pemahaman sendiri. Karena setiap orang mempunyai tingkatan kepintaran, setiap orang mempunyai hawa nafsu, setiap orang mempunyai kepentingan, akhirnya menafsirkan sendiri-sendiri.

Maka saya sangat berusaha agar setiap kali ada ayat yang disebutkan oleh penulis kita kembali ke kitab-kitab para ulama Rahimahumullahu Ta’ala.

Imam Ibnu Katsir mengatakan: “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi para perempuan. Oleh karena Allah telah menentukan sebagian para lelaki atas sebagian lainnya, yaitu sebagian wanita. Dan oleh karena para lelaki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

Kata Imam Ibnu Katsir, maksud dari ayat ini adalah bahwa lelaki pemimpin atas perempuan dan orang yang besar atasnya dan pemutus keputusan atas perempuan dan memberikan pengajaran jika perempuan tersebut menyimpang, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian lelaki di atas sebagian perempuan. Maksudnya kata Imam Ibnu Katsir: Karena para lelaki lebih utama dibandingkan para perempuan dan seorang lelaki lebih baik daripada seorang perempuan. Oleh sebab itulah kenabian khusus untuk bagi para lelaki. Demikian juga kepemimpinan yang besar seperti pemimpin negara, kekhalifahan, presiden, pemimpin daerah. Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً

“Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh perempuan.” (HR. Bukhari)

Kemudian Allah berfirman:

وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Dan oleh karena para lelaki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

Ini jawaban kenapa para lelaki ketika mendapatkan harta waris itu mendapatkan seperti dua bagian yang didapatkan oleh perempuan. Karena mereka harus membayar mahar, mereka harus memberi nafkah kepada istri-istri dan anak-anaknya, mereka mempunyai tanggungan yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala atas mereka seperti menafkahi orang tua, menafkahi anak yang belum bekerja, yang mana Allah telah mewajibkan hal tersebut atas para laki-laki untuk memberikan nafkannya kepada para istrinya di dalam Al-Qur’an ataupun hadits-hadits Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka seorang lelaki lebih utama dari seorang perempuan di dalam dirinya dan ia memiliki jasa atas perempuan tersebut dan juga pemuliaan. Oleh sebab itulah pantas para lelaki pemimpin di dalam keluarganya.

Maka saya ingatkan kepada para suami, jangan malah menjadi yang dipimpin oleh istrinya. Tetapi jadilah pemimpin di dalam rumah tangga anda, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

Dan para lelaki memiliki tingkatan lebih dari para perempuan.” (QS. al-Baqarah[2]: 228)

Mari kita lihat tafsiran dari para Imam tentang apa yang dimaksud dengan:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ…

Para lelaki pemimpin atas para perempuan...”

Kata Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma: “Para lelaki adalah pemimpin atas perempuan. Maksudnya seorang perempuan mentaati para suaminya di dalam perintah-perintah yang merupakan ketaatan. Dan ketaatan kepada suami dari seorang istri adalah hendaknya dia baik kepada keluarga suami dan menjaga harta suami.” Ini tafsiran dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma.

Ketika seorang lelaki menjadi pemimpin bagi seorang perempuan, maka berarti salah satu maknanya adalah sang istri wajib taat dan berbuat baik kepada suaminya. Salah satu perbuatan baiknya adalah seorang istri berbuat baik kepada keluarga suami dan menjaga harta suami.

Laki-laki tidak boleh disamakan dengan perempuan

Dari sini kita ambil  pelajaran bahwasannya laki-laki tidak boleh disamakan dengan perempuan. Ada istilah kesetaraan gender atau dikenal juga dengan keadilan gender. Yaitu pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak di diskriminasi berdasarkan identitas gender mereka yang bersifat kodrati.

Kesetaraan gender ini dalam beberapa hal tidak dibenarkan. Di poin selanjutnya, Islam menganut kesetaraan gender dalam beberapa hal, tapi dalam beberapa hal tidak dibenarkan dalam Islam. Jadi kesetaraan gender tidak mutlak bisa diterapkan di dalam umat Islam, tidak mutlak juga bisa ditinggalkan. Karena ada kesetaraan gender yang sama antara laki-laki dengan perempuan, yaitu identitas gender mereka yang bersifat kodrati, ini bisa ada kesamaan. Misalnya nanti disebutkan tentang iman, amal shalih, diganjar, disiksa dan semisalnya.

Ada kesetaraan gender yang tidak bisa disamakan. Sebagaimana firman Allah yang disebutkan di sini. Surat Ali-Imran ayat 36:

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنثَىٰ

“Laki-laki tidak seperti perempuan.”

Download mp3 Kajian Tentang Kesetaraan Gender dalam Islam


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48514-kesetaraan-gender-dalam-islam/